Kapan dan dimana gempa bumi akan terjadi? Tidak seorangpun tahu, para ahli pun hingga kini belum menemukan alat pendeteksi kapan dan dimana gempa akan terjadi. Hingga kini yang ada cuma Seismograf. Alat inipun berfungsi untuk mendeteksi dan mengukur waktu, titik pusat, radius, kekuatan dan kerusakan akibat gempa. Kemajuan lain yang dicapai para ahli adalah menciptakan teknologi komunikasi berbasis satelit. Dengan alat ini, akan dipotret kerusakan bumi akibat gempa dan akan menyebarluaskan dalam sekejap mata ke seluruh bumi. Dengan alat ini juga telah berhasil dibuat Peta Geology, yang mana didalamnya digambarkan secara jelas, daerah-daerah mana yang rawan gempa, termasuk sesar-sesar yang berpotensi menghasilkan gempa.
Selama ini, para ahli baru bisa menggambarkan dan menjelaskan gempa setelah bencana itu datang dan pergi meninggalkan kerusakan dan korban manusia. Para ahli belum bisa meramalkan secara persis kapan dan di mana gempa bakal terjadi. Sehingga, setiap ada gempa, tak pernah ada upacara siaga atau evakuasi warga. Goenawan Muhamad dalam catatan pinggirnya (Tempo, 2004) menulis, gempa sama seperti lotre dan kanker: ia tidak bisa diantisipasi, tidak bisa diketahui kapan datang, dan disini berlaku nyanyian Rod Stewart: “Some guys got all the luck, some guys got all the pain”. Sebab itu, bila tidak tahu persis kapan gempa datang, tidak boleh dibuat-buat isu, sebab akan membuat warga panik dan tidak aman secara psikologis.
1. Ramalan Para Ahli Geologi
Beberapa ramalan gempa yang pernah dilakukan para ahli Amerika, Rusia, Cina dan Jepang adalah dengan meneliti frekuensi kejadian gempa besar di masa lalu untuk menemukan pola yang berguna buat membaca kemungkinan gempa di masa depan. Pada saat yang sama, mereka mengkaji kecepatan dan tingkat akumulasi energi pada bebatuan akibat gerakan lempeng bumi. Upaya teoritis dibalik laboratorium ini tidak berhasil dilapangan ketika dipraktekan di daerah-daerah rawan gempa.
Satu-satunya ramalan yang dinilai sukses terjadi pada pada 1975. Saat itu, berdasarkan tanda-tanda pendahuluan, pemerintah Cina berhasil memberikan peringatan kepada warganya. Hasilnya, ketika gempa berkekuatan 7,3 skala richter mengguncang Kota Haicheng di wilayah Yingkouw, jumlah kerugian dan korban bisa ditekan.
Belakangan ramalan itu lebih bersifat kebetulan ketimbang hasil pengamatan yang terencana. Buktinya, setahun kemudian, gempa yang tak kalah dasyat mengguncang Tangshan di Cina bagian utara. Sebelum kejadian, pemerintah Cina dan ahli gempa Cina tak berhasil mendeteksi gejala apa pun. Evakuasi tak sempat dilakukan. Akibatnya, sekitarnya 240 ribu penduduk Tangshan terkubur reruntuhan.
Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) malah pernah membuat ramalan yang menggelikan. Pada tahun 1983, lembaga itu menyatakan, gempa berkekuatan sedang bakal mengguncang wilayah Parkfield, California. Prediksi itu disusun berdasarkan enam kali gempa berkekuatan 6 skala Richter yang terjadi pada rentang waktu rata-rata 22 tahun di sana. Untuk mengurangi resiko salah ramal, USGS membuat waktu terjadinya gempa sedikit tidak pasti. Gempa, menurut pakar USGS, bakal terjadi diantara tahun 1983 dan 1993. Seperti mau pamer kepada dunia, saat itu Amerika pun mengerahkan banyak ahli untuk meneliti dan memonitor kawasan tersebut. Alat pemantau paling maju serta alat peringatan dini dipasang di seluruh pelosok Parkfield. Namun, sampai tahun 1993, gempa ternyata tak kunjung datang.
Kasus Parkfield sempat mengikis keyakinan para ahli dan penentu kebijakan di Amerika. Dua pakar gempa dari University of California, Los Angeles, David Jackson dan Yan Kagan, seperti mewakili isu keraguan itu. Keduanya menolak ramalan-ramalan lama dengan menyodorkan fakta-fakta baru. Katanya, daerah-daerah di Amerika yang dinyatakan “aman” gempa malah mengalami guncangan lima kali lebih sering ketimbang daerah yang dinyatakan berbahaya. “Tak seperti badai dan letusan gunung api, gempa jauh lebih sulit diduga”, ujar Jackson.
2. Meramal Melalui ‘Bahasa Gempa’
Salah satu metode yang belum pernah dijangkau para ahli adalah dengan menganalisa ‘bahasa gempa’. Metode ‘bahasa gempa’ dapat diketahui dengan cara bertanya kapan dan dimana gempa itu terjadi.
Bila disimak tanggal dan bulan terjadinya gempa, terutama sejak tahun 1981, pada umumnya gempa terjadi pada tanggal dan bulan yang ada angka 2 dan 6. Misalnya, gempa terjadi pada tanggal 26, tanggal 2 dan 6, bulan 2 (Februari) dan bulan 6 (Juni) dan beberapa kali gempa yang terjadi pada bulan Mei dan November.
Beberapa kejadian gempa yang terdata sebagai berikut: 06 - 1981 Di kota Golbaf, 06 - 1990 Di provinsi Gilan dan Zanjan di pesisir selatan laut Kaspia, 05 - 1997 Terjadi di Iran sebelah timur, 02 - 1997 Terjadi di Iran sebelah barat laut Menewaskan 1000 orang, 26 - 01 - 2001 Di Gujarat, 06 - 2002 Terjadi di provinsi Qasvin dan Hamedan Iran Barat, 21 - 05 - 2003 Terjadi di AljazairMenewaskan 2000 orang, 01 - 05 - 2003 Di Turki160 orang tewas, 24 - 02 - 2003 di Provinsi Xinjiang Cina Barat260 orang tewas, 26 - 12 - 2003 Di Bam Iran Selatan, 06 - 02 - 2004 Di Nabire, 26 - 11 - 2004 Di Nabire, 26 - 12 - 2004 Tsunami di Aceh, Thailand, India, Srilangka, Birma dan sekitarnya, 26 - 11 - 2005 Di Xinjiang Cina BaratMenewaskan 14 orang, 16 - 02 - 2010 di Aceh dan sekitarnya, 16 - 06 - 2010 Di Biak dan Serui (Yapen Waropen)Menewaskan 14 orang, 26 - 06 - 2010 Tasikmalaya, 12 - 03 - 2011 Jepang, 8,9 SLMenewaskan ribuan orang.
Dengan demikian, boleh dikatakan, angka 2 dan 6 adalah angka keramat gempa bumi.
2. Mengapa Gempa Terjadi?
Secara geology, gempa terjadi karena lempeng-lempeng dalam kerak bumi bertumbukan. Pergerakan itu dipicu oleh arus air laut dan samudra yang berlangsung selama bertahun-tahun. Tercatat terjadi empat kali lipatan dalam usia bumi yang akhirnya menghasilkan benua, pegunungan dan pulau-pulau.
Oleh masyarakat awam, semua gempa diatas dihubungkan antara manusia dan Tuhan. Di Gujarat misalnya, oleh ‘lashkar-i-Toiba’, adalah hukuman Tuhan karena orang Hindu di Negara bagian itu membunuh dan menganiaya minoritas muslim, Kristen dan Sikh di India. (Tempo, 2004) Sedangkan gempa di Nabire dan Banda Aceh, orang katakan, gempa terjadi karena fanatisme agama berlebihan. Dikatakan, buktinya gempa di Aceh terjadi sehari setelah perayaan Natal dan gempa pertama di Nabire terjadi sehari setelah agama masuk di tanah Papua. Apakah memang benar?
Secara filsafat metafisis, orang menelusuri dengan bertanya, mengapa gerak itu terjadi dan siapa sumber penyebab. Ketika itu warga Yunani bertanya kepada filsuf Sokrates; “Kita semua tahu bahwa semua gerak terjadi karena ada yang menggerakkan. Kalau begitu, siapa yang menggerakkan sehingga bumi dan planet lain bergerak mengelilingi matahari”. Sokrates diam dan hanya menjawab dengan sebuah kalimat termasyur; “ia mengerakkan karena cinta – kinei de hos eromenon”.
Memahami beberapa jawaban diatas, paling tidak kita yakini bahwa bumi ini ada penciptanya, ada penguasanya yaitu Tuhan Allah. Ialah yang mencitpakan jagat raya, termasuk alam yang kita hidupi. Kalau kita bertanya, mengapa lempeng-lempeng itu bergerak bertumbukan sehingga menghasilkan gempa bumi? Jawabannya kalau ikut Sokrates, kita akan katakan, ia bergerak karena Cinta. Kalau memang karena Cinta, mengapa banyak yang korban. Tentu orang akan hubungan antara manusia dan Tuhan. Namun secara geology, gerak itu terjadi karena evolusi bumi, wajar dan pada waktunya. Seandainya “ia” menurut Sokrates itu Tuhan Allah, mengapa para kerub (malaikat/penunggu) yang ditempatkan dimana-mana itu tidak menahan ‘gerak’ itu sehingga tidak ada korban manusia dan kerugian harta benda?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar